AKHIRNYA MK MENGABULKAN CALON TUNGGAL
Menarik apa yang diberitakan oleh banyak media masa berkaitan dengan dikabulkannnya sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Pilkada (UU Pilkada). Artinya, MK memperbolehkan Pilkada dengan calon
tunggal. Dalam putusannya, MK menolak untuk mengabulkan adanya
penyebutan pasangan calon kotak kosong.
Tentunya dengan dikabulkannya sebagian gugatan tersebut memberi peluang pada daerah-daerah yang hanya memiliki satu pasang calon dalam Pilkada untuk tetap mengikuti pemilihan. Dengan kondisi ini juga diyakini dapat memutus mata rantai sistem mundur setelah penetapan KPU hingga menyisakan satu pasangan calon atau yang lebih trend disebut "perahu bocor". Di samping itu bagi pihak-pihak yang sengaja mengulur waktu agar terjadi kekosongan jabatan kepala daerah terpaksa harus menelan kekecewaannya.
Pemilihan secara harfiah dapat ditasirkan sebagai perbuatan memilih. Memilih mengandung objek lebih dari satu. Contohnya, saya lebih memilih di rumah dibanding harus jalan-jalan. Terdapat minimal dua objek yang harus dipilih. Jika dibandingkan dengan Pilkada yang kepanjangannya adalah pemilihan Kepala Daerah berarti mangandung makna lebih dari satu pasang calon. Itulah sebabnya masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih. Lalu apakah Pilkada yang diikuti hanya satu pasang layak disebut Pilkada? Mungkin Hakim MK yang lebih paham menganalogikannya. Kalau menurut saya yang awam ini lebih menyebut sebagai penunjukan Calon Kepala Daerah menjadi Kepala Daerah atau bisa juga disebut peneapan Kepala Daerah.
Apapun itu semua sudah ditetapkan, pemerintahan harus tetap berjalan, tinggal KPU yang harus bergerak cepat dalam menyikapi hasil putusan tersebut mengingat waktu pemikihan tinggal dua bulan lagi.
Tentunya dengan dikabulkannya sebagian gugatan tersebut memberi peluang pada daerah-daerah yang hanya memiliki satu pasang calon dalam Pilkada untuk tetap mengikuti pemilihan. Dengan kondisi ini juga diyakini dapat memutus mata rantai sistem mundur setelah penetapan KPU hingga menyisakan satu pasangan calon atau yang lebih trend disebut "perahu bocor". Di samping itu bagi pihak-pihak yang sengaja mengulur waktu agar terjadi kekosongan jabatan kepala daerah terpaksa harus menelan kekecewaannya.
Pemilihan secara harfiah dapat ditasirkan sebagai perbuatan memilih. Memilih mengandung objek lebih dari satu. Contohnya, saya lebih memilih di rumah dibanding harus jalan-jalan. Terdapat minimal dua objek yang harus dipilih. Jika dibandingkan dengan Pilkada yang kepanjangannya adalah pemilihan Kepala Daerah berarti mangandung makna lebih dari satu pasang calon. Itulah sebabnya masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih. Lalu apakah Pilkada yang diikuti hanya satu pasang layak disebut Pilkada? Mungkin Hakim MK yang lebih paham menganalogikannya. Kalau menurut saya yang awam ini lebih menyebut sebagai penunjukan Calon Kepala Daerah menjadi Kepala Daerah atau bisa juga disebut peneapan Kepala Daerah.
Apapun itu semua sudah ditetapkan, pemerintahan harus tetap berjalan, tinggal KPU yang harus bergerak cepat dalam menyikapi hasil putusan tersebut mengingat waktu pemikihan tinggal dua bulan lagi.
Comments
Post a Comment