PENGUATAN FUNGSI DPD SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM KELEMBAGAAN DI INDONESIA


Pendahuluan
Jatuhnya rezim orde baru ditandai dengan adanya pergantian Presiden pada tahun 1998. Soeharto sebagai Presiden kedua bagi bangsa ini digantikan oleh BJ Habibie yang waktu itu merupakan Wakil Presiden. Namun setiap jatuhnya suatu rezim tentu tidak akan serta merta melahirkan demokrasi yang ideal, bisa saja tercipta rezim otoriter baru atau hanya demokrasi yang belum mempunyai arah yang jelas. Proses tersebut merupakan periode transisi yang pada umumnya menciptakan situasi politik dan aturan main sama sekali tidak menentu.
Transisi adalah tahapan awal terpenting yang sangat menentukan dalam proses demokratisasi. Dalam transisi pasti terjadi liberalisasi yang mungkin akan diakhiri dengan instalasi demokrasi dan transisi menuju demokrasi di setiap negara terjadi lewat beberapa jalur yang berbeda-beda. Samuel Huntington misalnya, melacak empat jalur transisi menuju demokasi. Pertama , transformasi atau transisi menuju demokrasi yang diprakarsai dari atas oleh rezim. Yang menempuh jalur ini antara lain Taiwan, Meksiko, India, Turki, Brazil, Peru, Ekuador, Guatemala, Nigeria, Pakistan dan Sudan. Kedua, transisi lewat transplacement atau negosiasi antara rezim yang berkuasa dengan kekuatan oposisi, seperti Nepal, Nikaragua, Mongolia, Bolivia, Honduras, El Savador, Korea Selatan dan Afrika Selatan. Ketiga, replacement (pergantian) atau tekanan kekuatan oposisi dari bawah, yang meliputi Filipina dan Argentina. Keempat, intervensi dari luar, yang meliputi Granada dan Panama.
Menurut Donald Share, ada empat jalur utama proses transisi yang bervariasi menurut kecepatan (bertahap dan cepat) serta keterlibatan para pemimpin rezim (konsensual dan non konsensual). Jalur pertama, “Demokratisasi secara bertahap” yang kecepatannya bertahap (gradual) dan melibatkan para pemimpin rezim secara konsensual. Jalur kedua, transaksi yang berlangsung secara cepat dengan melibatkan para pemimpin rezim secara konsensual. Jalur ketiga, “transisi lewat perjuangan revolusioner” yang berlangsung secara bertahap (gradual) dan nonkonsensional. Jalur keempat, “transisi lewat perpecahan” (revolusi, kudeta, keruntuhan dan ekstriksi) yang berlangsung cepat tanpa jalur transisi itu, Share lebih menaruh perhatian serius pada jalur transaksi, yang dinilainya paling aman (damai) dan cepat tanpa perpecahan setelah transisi.
Banyak sekali perubahan terhadap aturan main dalam era demokratisasi, sehingga bagi sebagian masyarakat seringkali menimbulkan kebingungan terhadap pemahaman fungsi kelembagaan. Di sisi lain, situasi tersebut ada yang merupakan suatu peluang yang paling menguntungkan. Ada superioritas dari lembaga DPR yang selama ini tertekan pada bayang-bayang kekuasaan eksekutif, muncul kepermukaan dengan kekuatan baru yang cenderung menyampingkan lembaga keparlemenan lain. Idealnya antara DPR dan DPD memiliki fungsi dan kedudukan yang sama sehingga masing-masing aspirasi yang diemban dapat tepat sasaran.
Permasalahan yang terjadi dengan adanya amandemen Undang-undang Dasar 1945, layakkah sistem keparlemenan di Indonesia disebut dengan “bicameral” dan bagaimana penguatan fungsi DPD sehingga kinerja lembaga tersebut dapat berfungsi optimal.


Pergeseran Fungsi Kelembagaan Pasca Amandemen Undang-undang 1945
Amandemen yang pertama yang terdiri atas 9 pasal dan disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, dilanjutkan dengan amandemen kedua yang mencakup 7 bab dan masing-masing terdiri dari beberapa pasal disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Serta amandemen yang ketiga dan keempat masing-masing disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan tanggal 10 Agustus 2002.
Undang-undang Dasar 1945 itu sendiri secara historis dinilai sebagai naskah Undang-undang Dasar yang dimaksudkan bersifat sementara. Bahkan Bung Karno suatu hari menyatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 itu adalah “revolutie grondwet” dan “UUD kilat”, yang nantinya apabila keadaan sudah normal dengan sendirinya akan diganti dengan Undang-undang Dasar yang lebih sempurna. Selama ini memang muncul kekhawatiran psikologis mengenai kelestarian nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam Undang-undang Dasar 1945 itu. Karena itu, diusahakan untuk menghindarkan penggunaan istilah “penggantian” yang berkonotasi total. Oleh sebab itu, tradisi yang dipraktekkan di Amerika Serikat dinilai lebih realistis, yaitu dengan naskah amandemen yang bersifat tersendiri yang nantinya dilampirkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari naskah asli Undang-undang Dasar 1945.
Pergeseran fungsi kelembagaan membawa dampak yang cukup besar pada reformasi kelembagaan itu sendiri. Kedaulatan yang selama ini ada pada kekuasaan tertinggi yang dicerminkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat dikembalikan kepada rakyat langsung dengan pelaksanaannya menurut Undang-undang Dasar. Sikap tegas ini tertuang pada amandemen ketiga pada pasal 1 ayat (2).



Comments

Popular posts from this blog

GUBERNUR TINJAU OPERASI PASAR MINYAK GORENG DI LAMPUNG TIMUR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Nomor : 35 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KEHUTANAN DAN ANGKA KREDITNYA

GILIRAN SRI JAYA DAN LEPANG TENGAH