“TRAGEDY OF THE COMMON”

Kepemilikan bersama tidak selamanya dapat dilaksanakan dengan baik. Pola pikir masyarakat terhadap kepemilikan aset yang dianggap milik bersama kadangkala menimbulkan kerawanan yang berujung pada kerusakan dan anarkis. Sebagai contoh, jika seseorang yang tinggal di hulu sungai membuang sampah di aliran sungai dengan asumsi pribadi hanya ia sendiri yang melakukan tentunya tidak akan berefek negatif dengan sungai tersebut. Sampah tersebut bisa dibawa sampai ke hilir bahkan bisa membusuk sebelum tiba di hilir sungai. Celakanya semua orang yang tinggal di bantaran sungai berpikir hal yang sama, akibatnya sampah menumpuk di hilir. Pada waktu hujan, terjadi peningkatan debit air sehingga menimbulkan banjir. Konsep Tragedy of the common seperti yang dicontohkan di atas sudah dikenal lama di dunia ini. Namun secara ilmiah pernah di tulis oleh Garret Hardin, Profesor Emeritus of Ecology University of Santa Barbara-California dalam Majalah Science edisi 162 yang terbit tahun 1968 yang berjudul” Tragedy of the Commons”. Para penggembala diberi kebebasan untuk menggembalakan ternaknya di lahan yang dianggap Common bagi masyarakat desa tanpa ada aturan tentang kuantitas ternak dan berapa banyak rumput yang diambil. Beberapa penggembala berpikir untuk meningkatkan keuntungan mereka dengan menambah jumlah ternaknya namun pemikiran tersebut tanpa disadari diikuti oleh rekan – rekan lainnya. Lahan tersebut akhirnya habis karena terjadi peningkatan jumlah ternak tanpa ada peningkatan luas lahan. Penggunaan istilah tragedi lebih diarahkan pada peristiwa yang menyedihkan menimpa kehidupan manusia. Tragedy of the common atau Tragedi Kepemilikan bersama merupakan suatu pandangan tentang kemauan untuk meraih untung yang berlipatganda demi kepentingan pribadi daripada membagi-bagikannya kepada orang lain. Pandangan seperti ini awalnya akan terasa menguntungkan bagi kelompok-kelompok yang memakai banyak sumber daya alam, namun pada akhirnya ketersediaan sumber daya alam akan habis yang berakibat pada manusia lain baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Tragedy of the common terjadi karena adanya praktek-praktek ilegal dari kalangan tertentu. Tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh instansi pemerintah dan penegak hukum. Mungkin saja praktek tersebut tidak disadari, dengan alasan awal untuk memajukan masyarakat, meningkatkan taraf hidup, perluasan lapangan pekerjaan namun muaranya pada kerusakan lingkungan dan kehancuran sumberdaya. Apa yang terjadi di Provinsi Lampung terutama daerah yang diklaim sebagai wilayah hutan kawasan ataupun taman nasional adalah salah satu contoh tragedi kemanusiaan akibat kepemilikan sumberdaya alam. Fungsi pemerintah sebagai organisasi yang memiliki kekuasaan membuat dan menjalankan hukum demi tertibnya masyarakat terkadang dianggap sebagai ancaman bagi berbagai pihak. Namun tidak bisa dipungkiri ada ulah – ulah nakal dari oknum pemerintah yang melakukan deviasi terhadap kebijakan hingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Anggapan bahwa hutan adalah milik bersama merupakan pemikiran yang baik sepanjang tidak menimbulkan kerusakan. Masyarakat di sekitar kawasan hutan tentunya akan berusaha menjaga sumber penghidupan mereka agar dapat terus diambil manfaat dan kegunaannya. Sebaliknya perlu mendapatkan perhatian khusus adalah oknum – oknum dari luar wilayah tersebut yang datang mengambil keuntungan dari hutan. Common yang diungkapkan oleh Garret diarahkan pada situasi yang negatif untuk menggugah pemikiran kita bersama agar lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Kepemilikan bersama bukan berarti kita bebas mengambil semaunya, memperluas wilayah karena merasa mampu untuk membelinya. Perlu disadari dengan bersikap arif terhadap sesama manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan menjaga lingkungan, karena kelestarian sumberdaya bukan menjadi tanggungjawab pemerintah semata namun masing – masing individu dapat berperan demi keberlangsungan kehidupan pada generasi berikutnya. Radar Lampung, 9 Januari 2012 (Opini)

Comments

Popular posts from this blog

GUBERNUR TINJAU OPERASI PASAR MINYAK GORENG DI LAMPUNG TIMUR

GILIRAN SRI JAYA DAN LEPANG TENGAH