PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN MELALUI PROGRAM CETAK SAWAH

Meningkatnya harga komoditas pangan tidak hanya berimbas pada ketidastabilan ekonomi dan keuangan. Pengeluaran dana ekstra yang ditujukan untuk membeli kebutuhan pokok juga berimbas pada ketidakstabilan politik. Adanya resesi keuangan beberapa waktu lalu memberikan efek buruk terjadinya krsis politik bukan hanya di Indonesia namun dibeberapa negara seperti Tunisia, Mesir, Maroko dan lain-lain. Seperti dilansir oleh harian The Wall Street Journal bahwa meningkatnya harga komoditas pangan disebabkan oleh faktor cuaca. Kita semua mengetahui bahwa cuaca ekstrim melanda bumi dan tidak dapat diprediksi perubahnnya. Ketidak menentuan cuaca menyebabkan pola tanam dan siklus panenpun berubah drastis. Semestinya sawah dalam satu tahun dapat ditanami padi dua sampai tiga kali namun karena faktor cuaca hanya dapat ditanami satu kali. Ada sawah yang tergenang karena banjir di sisi lain juga tidak sedikit yang mengalami kekeringan karena musim panas. FAO mengeluarkan data bahwa penyebab naiknya harga pangan dalam tujuh bulan berturut-turut antara lain karena faktor cuaca, tingginya permintaan, berkurangnya hasil panen dan beralih fungsinya lahan pertanian. Bahkan Bank Dunia melaporkan dalam “Food Price Watch” selama Oktober 2010 hingga Januari 2011 menyatakan harga pangan tingkat global naik 15% dan dalam level “bahaya”. Menurut data Bappenas.go.id bahwa dalam pasar yang relatif terdistorsi setiap kenaikan harga pangan/beras akan ditanggapai oleh para petani dengan meningkatkan produksinya sehingga harga akan kembali turun. Hal ini terjadi bagi para petani besar di Amerika Serikat dan Eropa. Namun hal ini terjadi pada para petani kecil di negara berkembang. Ketika harga pangan naik mereka tidak cenderung untuk menaikkan produksinya. Penyebabnya antara lain pertama, berkurangnya lahan pertanian. Kedua, menurunnya komitmen pemerintah di negara berkembang khususnya untuk penelitian dan pengembangan teknologi pangan. Diera tahun 1980 – 2004, alokasi dana pembangunan pemerintah untuk pertanian telah turun sebesar 50%. Padahal diperlukan pembudidayaan jenis varietas baru yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca dan hama mengingat jenis hama saat ini makin berkembang. Ketiga, tingkat kepemilikan lahan oleh petani makin berkurang dan keempat, tidak berjalannya mekanisme pasar akibat informasi yang kurang tentang situasi permintaah dan penawaran. Indonesia sendiri pernah mengalami swasembada beras ditahun 1984. Sedangkan untuk menyikapi berkurangnya areal pertanian dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Malthus pun sudah mengatakan dalam teorinya bahwa peningkatan produksi pangan melalui deret hitung sedangkan peningkatan jumlah penduduk melalui deret ukur. Artinya kekurangan lahan bisa disiasati dengan varietas bibit unggul untuk menggandakan hasi pertanian. namun jika lahan tetap berkurang sedangkan penduduk tetap bertambah pesat dan tidak ada usaha untuk meningkatkan produksi pangan maka ancaman kelaparan semakin tampak di depan mata. Jumlah penduduk Indonesia sebesar 216 juta jiwa idealnya mampu meproduksi beras paling tidak 33 sampai 34 juta ton pertahun agar stabilitas dan ketahanan pangan dapat dicapai. Sungguh miris dengan capaian ditahun 1984 hingga saat ini menepatkan Indonesia sebagai negara importir terbesar di dunia. Beberapa kali panen raya tidak mampun menekan tingginya harga beras. Sedangkan para petani kurang menerima manfaat dari kenaikan harga. Perluasan areal persawahan menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan pemerintah untuk mengurangi krisis pangan. Pemerintah menargetkan terjadi surplus beras sebanyak 10 juta ton pada tahun 2014. Namun program cetak sawah baru tersebut perlu mendapatkan pengawasan dari kita bersama mengingat dana yang digelontorkan pemerintah untu program tersebut cukup banyak dan rawan kecurangan dan manipulatif. Mudahnya beras impor masuk kepasaran Indonesia menyebabkan anjloknya harga beras lokal. Harga beras impor yang murah dan kualitas yang baik menyebabkan beras lokal kurang mampu bersaing dengan beras impor. Jika program cetak sawah tersebut berhasil dilaksanakan maka pemerintah perlu merevisi ulang kebijakan kontorversi mengimpor beras. Radar lampumg dan lampost

Comments

Popular posts from this blog

GUBERNUR TINJAU OPERASI PASAR MINYAK GORENG DI LAMPUNG TIMUR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Nomor : 35 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KEHUTANAN DAN ANGKA KREDITNYA

GILIRAN SRI JAYA DAN LEPANG TENGAH