UNTUK KITA RENUNGKAN

Sering kita menyampaikan kepada anak kita agar tidak menjadi seorang pemarah namun kita gampang sekali menghardik pengemudi yang hampir menabrak kendaraan kita. Beberapa kali kita melarang anak agar tidak berlaku curang tetapi kita dengan santainya menerobos lampu merah. Bisa juga kita melarang anak untuk tidak tertib tetapi kita ingin mendahului orang yang sudah antri pada saat membayar pajak.
Tanpa disadari kejadian-kejadian tersebut dilakukan dihadapan anak-anak kita. Kegiatan tersebut berulang dan terus berulang sehingga terekam dalam memori sang anak. Dengan keterbatasan daya eksplorasinya, anak cenderung menafsirkan kejadian tersebut sebagai sesuatu yang biasa dan tidak ada salahnya untuk dilakukan olehnya. Mungkin saja kita punya alasan khusus untuk marah, untuk menerobos lampu merah atau untuk menyerobot antrian. Akan tetapi pernahkah kita berfikir bahwa anak akan meniru prilaku buruk tersebut yang dicontohkan oleh orangtuanya. 
Tidak heran saat ini banyak anak-anak yang gampang menjadi pemarah karena ia ditontonkan kekerasan. Anak menjadi seorang ringan tangan karena di dalam rumahnya sering terjadi pertengkaran keluarga. Atau anak menjadi seorang pencuri karena orang tuanya tidak pernah melarang sang anak mengambil sendiri uang dalam kantong celana si Ayah. Perilaku negatif semakin banyak ditampilkan oleh media massa walaupun tujuan utamanya bukan untuk mencontohkan aksi-aksi tersebut.
Beberapa orang beranggapan bahwa keburukan yang terjadi pada sang anak adalah warisan dari orangtuanya. Wajar saja Si “A” mencuri karena orangtuanya perampok. Tidak heran Si “B”  tukang mabuk karena orangtuanya penjual minuman keras. Namun menurut John Watson seorang yang dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme  di Amerika Serikat  tidak mempercayai adanya unsur heriditas (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah unsur pembelajaran sehingga sangat ditentukan oleh faktor eksternal. Perubahan perilaku berdasarkan pembelajaran dalam kelompok behaviorisme ini memandang human sebagai produk lingkungan. Akibatnya sebagian besar lingkungan menekankan perubahan maka  besar pula perubahan perilaku seseorang.
Semua orang tua meninginkan anaknya menjadi seorang yang sukses. Sukses tersebut bisa diartikan menjadi seorang dokter jika orangtuanya dokter atau yang menginginkan anaknya menjadi seorang dokter. Menjadi seorang PNS bagi orang tua yang PNS. Menjadi tentara/Polisi untuk orangtua yang TNI/Polisi. Namun suatu ketika ada orang tua yang berprofesi sebagai seorang PNS yang menduduki jabatan  penting di suatu instansi memiliki tiga orang anak. Dua diantara anaknya menjadi seorang Dokter dan Polisi sedangkan satu anaknya hanya disibukkan dengan bermain gitar. Orang tua tersebut tentunya akan membandingkan antara anak-anaknya. Menurut orang tuanya, tingkat kesuksesan si pemain gitar ini pasti berada di bawah level Dokter dan Polisi. Sang anak selalu dijejali dengan kesuksesan semu yang diinginkan oleh orangtuanya tanpa memperhatikan kemamuan anak. Pada akhirnya banyak anak yang frustasi dengan pola pikir orangtua yang demikian.
Suatu ketika kita ingin anak kita diterima di sekolah favorit. Setelah dilaksanakan tes penyaringan bagi siswa baru, anak kita tidak lolos karena nilai di bawah standar yang telah ditentukan. Tetapi karena sudah menjadi  tekad orang tua atau keinginan sang anak maka orang tua tersebut berusaha untuk menemui kepala sekolah atau siapapun yang dapat menjamin anaknya bisa diterima. Akhirnya anak tersebut lulus dan diterima disekolah pilihan. Seiring berjalannya waktu si anak ingin diterima di kelas RSBI akan tetapi kalah bersaing dengan teman-temanya. kembali lagi orangtuanya datang menemui pihak sekolah. Kemudahan-kemudahan instan tersebut selalu diberikan kepada sang anak hingga ia bawa dalam dunia kerja. Paling tidak dia akan mengaplikasikan kemudahan negatif dalam kehidupan nyatanya.
Contoh-contoh tersebut begitu menggelitik kehidupan kita. Orang bijak mengatakan “Dari pohon mangga jangan diminta buah rambutan, tetapi jadikan setiap pohon menghasilkan buah yang manis”. Jangan pernah mengangap kesuksesan dari profesi semu yang pernah dicapai oleh sekeliling kita. Sehingga kita beranggapan bahwa pekerja seni bukanlah bagian dari profesi yang dianggap sukses. Dan yang lebih penting bagaimana memberi contoh pada anak-anak agar mereka tidak meniru prilaku buruk yang  kita lakukan. Berusaha menjaga lingkungan agar tidak merusak tanaman kebaikan yang telah orangtua ajarkan pada anaknya. Tidak mungkin kita merubah dunia jika tidak merubahnya dari diri sendiri.
Berusahalah untuk menjadi orang yang bisa mengubah dunia dengan memulainya dari mengubah diri sendiri. Perubahan tersebut tentunya tidak serta merta dapat kita nikmati saat ini, namun yang terpenting dengan perubahan tersebut anak cucu kita bisa mengambil manfaat dari perubahan itu. Sama halnya dengan para pahlawan yang berjuang melawan penjajah. Bahkan diantara mereka banyak yang tidak sempat menikmati kemerdekaan.

Comments

Popular posts from this blog

GUBERNUR TINJAU OPERASI PASAR MINYAK GORENG DI LAMPUNG TIMUR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Nomor : 35 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KEHUTANAN DAN ANGKA KREDITNYA

GILIRAN SRI JAYA DAN LEPANG TENGAH